SIAPA YANG GAK SUKA TRANSFORMERS??? Oke, selain ibu gue. SIAPAA??
Animo masyarakat Indonesia ketika film ini keluar cukup miris. Patungnya bertebaran di mall-mall Indonesia, tapi filmnya tidak kunjung masuk. Gue pun korbannya, gue rela download versi bajakannya yang masih sangat jelek hingga Sam Witwicky looks more like Sentinel Prime.
Tidak butuh waktu lama, akhirnya gue kejar juga film itu ke Singapore, dan gue pun bisa menonton dengan kualitas manusiawi (despite the fact that it’s a robotic movie). Kecewa, karena walaupun udah keluar negeri, gue belom nonton versi 3Dnya. Dan pada saatnya film ini rilis di Indonesia, gue pun nonton 3Dnya. *ngapaen dikejar ke S’pore dong?*
But anyway, komplitlah, nonton di rumah, di singapore, dan di Indonesia. Dengan 3 kualitas yang berbeda.
Transformers versi Michael Bay memang tidak menaruh cerita sebagai keunggulannya, layaknya Power Ranger yang (sepertinya) tidak bakal cocok bila dibawa seperti The Dark Knight. Film ini memang mengutamakan visual effect sebagai bambu runcingnya, bahkan seseorang tuna runggu pun dapat menikmatinya. Atas dasar itu, gue rela untuk menonton ketiga kalinya, hanya agar bisa mendapatkan 3D experiencenya.
And it’s worth it. Terlepas dari fakta bahwa gue nonton di bioskop Bandung yang emang murah tiket 3Dnya, the effect blows me away. Dan gue berani bilang, “Loe belom nonton Transformers kalau belom nonton dalam 3D”. It’s effin’ cool. Rata-rata, efek 3D akan membuat film gelap, namun sepertinya Bay cukup cerdik dengan menambah brightnessnya dari awal, sehingga filmnya pun tetap cukup terang bila dibawa 3D.